BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sebagai warga negara yang baik, setia kepada nusa dan
bangsa, seharusnyalah mempelajari dan menghayati pandangan hidup bangsa yang
sekaligus sebagai dasar filsafat negara, seterusnya untuk diamalkan dan
dipertahankan. Pancasila selalu menjadi pegangan
bersama bangsa Indonesia, baik ketika negara dalam kondisi yang aman maupun
dalam kondisi negara yang terancam. Hal itu tebukti dalam sejarah dimana
pancasila selalu menjadi pegangan ketika terjadi krisis nasional dan ancaman
terhadap eksistensi bangsa indonesia.
Pancasila
merupakan cerminanri karakter bangsa dan neg indonesia yang beragam. Semua itu
dapat diterlihat dari fungsi dan kedudukan pancasila, yakni sebagai; jiwa
bangsa indonesia, keribadian bangsa, pandangan hidup bangsa, sarana tujuan
hidup bangsa indonesia, dan pedoman hidup bangsa indonesia.
Oleh
karena itu, penerapan pancasila dalam setiap aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara sangat penting dan mendasar oleh setiap warga negara, dalam segala
aspek kenegaraan dan hukum di Indonesia. Pengamalan pancasila yang baik akan
mempermudah terwujudnya tujuan dan cita-cita bangsa Indonesia.
B. Rumusan masalah
1. Pedoman Pengamalan pancasila
2. Pola pelaksanaan pedoman
pelaksanaan pengamalan pancasila
3. Realisasi pengamalan pancasila
dalan bidang ekonomi, budaya, pendidikan, dan Ilmu pengetahuan dan teknologi
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Pedoman Pengamalan Pancasila
Pedoman dalam penghayatan dan
pengamalan pancasila dituangkan dalam ketetapan No.II/MPR/1978. Penjabaran
ketetapan MPR itu adalah (Noor Ms. Bakry: 1994, 183-185):
1. Sila ketuhanan Yang Maha Esa
1) Percaya dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agamanya masing-masing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
2) Mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama antar pemeluk agama dan penganut kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
3) Mengembangkan saling hormat
menghormati kemerdekaan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya.
4) Menghargai setiap bentuk ajaran
agama, dan tidak boleh memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang
lain.
2. Sila kemanusiaan yang adil dan
beradab
1) Mengakui dan memperlakukan
manusia dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Memandang persamaan derajat, hak
dan kewajiban antara sesama manusia tanpa membedakan suku, turunan dan
kedudukan sosial.
3) Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia, tepa selira dan tidak semena-mena terhadap orang
lain.
4) Menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan, gemar melakukan kegiatan-kegiatan kemanusiaan dan berani membela
kebenaran dan keadilan.
5) Merasa sebagai bagian dari
seluruh umat manusia dan karena itu berkewajiban mengembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerjasama dengan bangsa-bangsa lain.
3. Sila persatuan indonesia
1) Menempatkan persatuan, kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan
golongan.
2) Cinta tnah air dan bangsa
Indonesia, sehingga sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan
bangsa, apabila diperlukan.
3) Bangga sebagai bangsa Indonesia
ber-Tanah air Indonesia dalam rangka memelihara ketertiban dunia.
4) Mengembangkan rasa persatuan dan
kesatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika dalam memajukan pergaulan hidup
bersama.
4. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh
hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
1) Sebagai warga negara dan
warga-masyarakat Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sma
dalam.
2) Keputusan yang menyangkut
kepentingan bersama terlabih dahulu diadakan musyawarah, dan keputusan
musyawarah diusahakan secara mufakat, diliputi oleh semangat kekeluargaan.
3) Menghormati dan menjunjung tinggi
setiap hasil keputusan musyawarah dan melaksanakannya dengan itikad baik dan
rasa tanggungjawab.
4) Musyawarah dilakukan dengan akal
sehat dan hati nurani yang luhur, dengan mengutamakan kepentingan negara dan
masyarakat, serta tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
5) Keputusan yang diambil harus
dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung
tinggi harkat dan martabat manusia, serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.
5. Sila keadilan bagi seluruh rakyat
indonesia
1) Menyadari hak dan kewajiban yang
sama untuk menciptakan keadilan sosial dalam kehidupan masyarakat indonesia.
2) Mengembangkan perbuatan-perbuatan
yang luhur menceminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
3) Bersikap adil terhadap sesama,
menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati ha-hak orang
lain.
4) Memupuk sikap suka memberi
pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan agar dapat berdiri sendiri,
tidak menggunakan hak milik untuk pemerasan, pemborosan, bergaya hidup mewah
dan perbuatan lain yang bertentangan dan merugikan kepentingan umum.
5) Memupuk sikap suka bekerja keras
dan menghargai karya orang lain yang bermanfaat, serta bersama-sama mewujudkan
kemajuan yang merata dan kesejahteraan bersama.
B. Pola Pelaksanaan Pedoman
Pelaksanaan Pengamalan Pancasila
Pola pelaksanaan pedoman pelaksanaan pengamalan pancasila
dilakukan agar Pancasila sungguh-sungguh dihayati dan diamalkan oleh segenap
warga negara, baik dalam kehidupan orang seorang maupun dalam kehidupan
kemasyarakatan. Oleh sebab itu, diharapkan lebih
terarah usaha-usaha pembinaan manusia Indonesia agar menjadi insan Pancasila
dan pembangunan bangsa untuk mewujudkan masyarakat Pancasila.
1. Jalur-jalur yang digunakan
1) Jalur pendidikan
Pendidikan
memegang peranan yang sangat penting dalam pengamalan Pancasila, baik
pendidikan formal (sekolah-sekolah) mapun pendidikan nonformal (di keluarga dan
lingkungan masyarakat), keduanya sangat erat kaitanya dengan kehidupan manusia.
Dalam
pendidikan formal semua tindak-perbuatannya haruslah mencerminkan nilai-nilai
luhur Pancasila. Dalam pendidikan keluarga pengamalan Pancasila harus
ditanamkan dan dikembangkan sejak anak-anak masih kecil, sehingga proses
pendarah-dagingan nilai-nilai Pancasila dengan baik dan menuntut suasana
keluarga yang mendukung. Lingkungan masyarakat juga turut menentukansehingga
harus dibina dengan sungguh-sungguh supaya menjadi tempat yang subur bagi
pelaksanaan pengamalan Pancasila.
Melalui
pendidikan inilah anak-anak didik menyerap nilai-nilai moral Pancasila.
Penyerapan nilai-nilai moral Pacasila diarahkan berjalan melalui pemahaman dari
pemikiran dan dan pengamalan secara pribadi. Sasaran pelaksanaan pedomaan
pengamalan Pancasila adalah peroran gan, keluarga, masyarakat, baik dilingkungan tempat tinggal
masing-masing, maupun di lingkungan tempat bekerja.
2) Jalur media massa
Peranan
media massa sangat menjanjikan karena pengaruh media massa dari dahulu sampai
sekarang sangat kuat, baik dalam pembentukan karakter yang positif maupun
karakter yang negatif, sasaran media massa sangat luas mulai dari anak-anak
hingga orang tua. Sosialisasi melalui media massa begitu cepat dan menarik
sehingga semua kalangan bisa menikmati baik melalui pers, radio, televisi dan
internet. Hal itu membuka peluang besar golongan tertentu menerima sosialisasi
yang seharusnya belum saatnya mereka terima dan juga masuknya sosialisasi yang
tidak bersifat membangun. Media massa adalah jalur pendidikan dalam arti luas
dan peranannya begitu penting sehingga perlu mendapat penonjolan tersendiri
sebagai pola pedoman pengamalan Pancasila. Sehingga dalam menggunakan media
massa tersebut harus dijaga agar tidak merusak mental bangsa dan harus
seoptimal mungkin penggunaannya untuk sosialisasi pembentukan kepribadian
bangsa yang pancasilais. Jadi, untuk sosialisasi-sosialisasi yang mengancam
penanaman pengamalan Pancasila harus disensor.
3) Jalur organisasi sosial
politik
Pengamalan
Pacansila harus diterapkan dalam setiap elemen bangsa dan negara Indonesia.
Organisasi sosial politik adalah wadah pemimpin-pemimpin bangsa dalam bidangnya
masing-masing sesuai dengan keahliannya, peran dan tanggung jawabnya. Sehingga
segala unsur-unsur dalam organisasi sosial politik seperti para pegawai
Republik Indonesia harus mengikuti pedoman pengmalan Pancasial agar
berkepribadian Pancasila karena mereka selain warga negara Indonesia, abdi
masyarakat juga sebagai abdi masyarakat, dengan begitu maka segala kendala akan
mudah dihadapi dan tujuan serta cita-cita hidup bangsa Indonesia akan terwujud.
2. Penciptaan suasana yang menunjang
1) Kebijaksanaan pemerintah dan
peraturan perundang-undangan
Penjabaran
kebijaksanaan pemerintah dan perundang-undangan merupakan salah satu jalur yang
dapat memperlancar pelaksanaan pedoman pengamalan pancasila dimana aspek sanksi
atau penegakan hukm mendpat penekanan khusus.
2) Aparatur negara
Rakyat
hendaklah berpartisipasi aktif di dalam menciptakan suasana dan keadaan yang
mendorong pelaksanaan pedoman pengamalan Pancasila. Dan aparatur pemerintah
sebagai pelaksana dan pengabdi kepentingan rakyat harus memahami dan mengatasi
permasalahan-permasalahan yang ada di dalam masyarakat. Sarana dan prasarana
dalam pelaksanaan pengamalan Pacasila perlu disediakan dan memfungsikan
lembaga-lembaga kenegaraan, khususnya lembaga penegak hukum dalam menjamin
hak-hak warga negaranya dan melindungi dari perbutan-perbuatan tercela.
3) Kepemimpinan dan pemimpin masyarakat
Peranan
kepemimpinan dan pemimpin masyarakat, baik pemimpin formal
maupun informal sangat penting dalam pelaksanaan pedoman pengamalan. Mereka dapat
menyampaikan bagaimana pola pelaksanaan pedoman pengamalan pancasila dan menyuruh bawahan atau umatnya untuk mengikuti
pola pedoman pelaksanaan pancasila. Dengan begitu
pengamalan pancasila akan tetep lestari.
C. Pengamalan pancasila secara
subjektif dan Objektif
1. Pengamalan secara objektif
Pengamalan
pancasila yang obyektif adalah pelaksanaan dalam bentuk realisasi dalam setiap
penyelengaraan negara, baik di bidang legislatif,eksekutif, maupun yudikatif.
Dan semua bidang kenegaraan terutama realisasinya dalam bentuk peraturan
perudang-undangan negara Indonesia antara lain sebagai berikut :
1)
Tafsiran UUD 1945, harus dapat dilihat dari sudut dasar filsafat negara
pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alenia IV
2)
Pelaksanaan UUD 1945 dalam undang-undang harus mengingat dasar-dasar pokok
pikiran tercantum dalam dasar filsafat negara Indonesia
3)
Tanpa mengurangi sifat undang-undang yang tidak dapat diganggu gugat,
iterprestasi pelaksanaannya harus mengingat unsur-unsur yang terkandung dalam
dassaar filsafat negara.
4)
Interprestasi pelaksanaan undang-undang harus lengkap dan menyeluruh, meliputi
seluruh perundang-undangan dibawah undang-undang dan keputusan-keputusan
administratif dari tingkat penguasa penguasa negara, mulai dari pemerintah
pusat sampai dengan dengan alat-alat perlengkapan negara di daerah,
keputusan-keputusan pengadilan serta alat perlengkapnya,begitu juga meliputi
usaha kenegaraan dan ermasuk rakyat.
5)
Dengan demikian seluruh hidup kenegaraan dan tertip hukum Indonesia didasarkan
atas dan diliputi oleh asas filsafat, politik dan tujuan negara didasarkan atas
asas kerohanian Pancasila.
Hal
ini termasuk pokok kaidah negara serta pokok pikiran yang terkandung dalam
pembukaan UUD 1945. Dalam realisasi pelaksanaan kongkritnya yaitu dalam setiap
penentuan kebijakan dibidang kenegaraan antara lain :
1)
Garis besar haluan negara
2)
Hukum, perundang-undangan, dan peradilan
3)
Pemerintahanan
4)
Politik dalam dan luar negeri
5)
Keselamatan, keamanan,dan pertahanan
6)
Kesejahteraan
7)
Kebudayaan
8)
pendidikan
2. Pemgamalan secara subjektif
Pengamalan pancasila pengamalan
pancasila yang subyektif adalah pelaksanaan dalam pribadi seseorang,warga
negara, individu, penduduk, penguasa, dan orang Indonesia. Pengamalan pancasila
yang subyektif ini justru lebih penting dari pengamalan yang karena pengamalan
yang subyektif merupakan syarat pengamalan pancasila yang obyektif
(Notonegoro,1974;44). Dengan demikian pelaksanaan pancasila yang subyektif ini
berkaitan dengan kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan
pancasila. Dalam pengertian inilah akan terwujud jika suatu keseimbangan
kerohanian yang mewujudkan suatu bentuk kehidupan dimana kesadaran wajib hukum
telah berpadu menjadi kesadaran wajib moral. Sehingga dengan demikian suatu
perbuatan yang tidak memenuhi wajib melaksanakan pancasila.
Dalam pengamalan pancasila yang subyektif ini bilamana
nilai-nilai pancasila telah dipahami,diresapi, dan dihayati oleh seseorang maka
orang itu telah memiliki moral pancasila dan jika berlansung terus menerus
sehingga melekat dalam hati maka disebut dengan kepribadian pancasila. Pengertian kepribadian bangsa Indonseia dapat dikembalikan
kepada hakikat manusia.Telah diketahui bahwa segala sesuatu itu memiliki tiga
macam hakikat yaitu :
Hakikat
abstrak, yaitu terdiri atas unsur-unsur yang bersama-sama menjadikan hal itu
ada, dan menyebabkan sesuatu yang sama jenis menjadi berbeda dengan jenis lain
sehingga hakikat ini disebut dengan hakikat universal. Contoh; jenis manusia,
hewan, tumbuhan.
Hakikat
pribadi yaitu ciri khusus yang melekat sehingga membedakan dengan sesuatu yang
lain. Bagi bangsa Indonesia hakikat pribadi ini disebut dengan kepribadian.Dan
hakikat pribadi ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak.
Hakikat kongkrit yaitu hakikat segala sesuatu dalam
menyatakan kongkrit, dan hakikat ini merupakan penjelmaan dari hakikat abstrak
dan hakikat kongkrit.
Oleh
karena itu bagi bangsa Indonsesia, pengertian kepribadian Indonsesia ini
memiliki tingkatan yaitu :
1) Kepribadian yang berupa
sifat-sifat hakikat kemanusiaan ”monupluralis”jadi sifat-sifat kemanusiaan yang
abstrak umum universal. Dalam pengertian ini disebut kepribadian kemanusiaan,
karena termasuk jenis manusia, dan memiliki sifat kemanusiaan.
2) Kepribadian yang mengandung sifat
kemanusiaan, yang telah terjelma dalam sifat khas kepribadian bangsa Indonseia
(pancasila) dan ditambah dengan sifat-sifat tetap yang terdapat pada bangsa
Indonesia, ciri khas, karakter, kebudayaan dan lain sebagainnya.
3) Kepribadian kemanusiaan,
kepribadian Indonesia dalam realisasi kongkritnya, setiap orang, suku bangsa,
memiliki sifat yang tidak tetap, dinamis tergantung pada keadaan
manusia(Indonesia) perorangan secara kongkrit.(Notonegoro,1971;169).
Berdasarkan
uraian diatas maka pengamalan pancasila subyektif dari pancasila meliputi
pelaksanaan, pandangan hidup, telah dirumuskan dalam P4 (Pedoman
Penghayatan Pengamalan Pancasila).
D. Realisasi Pengamalan Pancasila
dalam Bidang Ekonomi, Budaya, pendidikan dan Iptek
1. Bidang ekonomi
Ekonomi
yang berdasarkan Pancasila tidak dapat dilepaskan dari sifat dasar individu dan
sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan orang lain untuk
memenuhi semua kebutuhanya tetapi manusia juga mempunyai kebutuhan dimana orang
lain tidak diharapkan ada atau turut campur. Ekonomi menurut pancasila adalah
berdasarkan asas kebersamaan, kekeluargaan artinya walaupun terjadi persaingan
namun tetap dalam kerangka tujuan bersama sehingga tidak terjadi persaingan
bebas yang mematikan (Kaelan, 1996: 193). Dengan demikian pelaku ekonomi di
Indonesia dalam menjalankan usahanya tidak melakukan persaingan bebas, meskipun
sebagian dari mereka akan mendapat keuntungan yang lebih besar dan menjanjikan.
Hal ini dilakukan karena pengamalan dalam bidang ekonomi harus berdasarkan
kekeluargaan. Jadi interaksi antar pelaku ekonomi sama-sama menguntungkan dan
tidak saling menjatuhkan sehingga usaha-usaha kecil dapat berkembang dan
mendukung perekonomian Indonesia menjadi kuat.
2. Bidang budaya
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, moral, hukum, adat-istiadat dan lain kemampuan serta
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat
(Soerjono Soekanto, 2005: 172). Begitu
luas cakupan kebudayaan tetapi dalam pengamalan Pancasila kebudayaan bangsa
Indonesia adalah budaya ketimuran, yang sangat menjunjung tinggi sopan santun,
ramah tamah, kesusilaan dan lain-lain. Budaya Indonesia memang mengalami
perkembangan misalnya dalam hal Iptek dan pola hidup, perubahan dan
perkembangan ini didapat dari kebudayaan asing yang berhasil masuk dan diterima
oleh bangsa Indonesia. Semua kebudayaan asing yang diterima adalah kebudayaan
yang masih sejalan dengan Pancasila. Walaupun begitu tidak jarang kebudayaan
yang jelas-jelas bertentangan dengan budaya Indonesia dapat berkembang di
Indonesia. Ini menunjukan bahwa filter Pancasila tidak berperan optimal, itu
terjadi karena pengamalan Pancasila tidak sepenuhnya dilakukan oleh bangsa
Indonesia. Oleh karena itu harus ada tindakan lanjut agar budaya bangsa
Indonesia sesuai dengan Pancasila. Pembudayaan Pancasila tidak hanya pada kulit
luar budaya misalnya hanya pada tingkat propaganda, pengenalan serta
pemasyarakatan akan tetapi sampai pada tingkat kemampuan mental kejiwaan
manusia yaitu sampai pada tingkat akal, rasa dan kehendak manusia (Kaelan,
1996: 193).
3. Bidang pendidikan
Pendidikan
adalah salah satu piranti untuk membentuk kepribadian. Maka dari itu pendidikan
yang dilaksanakan harus sesuai diperhatikan. Pendidikan nasional harus
dipersatukan atas dasar Pancasila. Menurut Notonegoro (1973), perlu disusun
sistem ilmiah berdasarkan Pancasila tentang ajaran, teori, filsafat, praktek,
pendidikan nasiona, yang menjadi dasar tunggal bagi penyelesaian
masalah-masalah pendidikan nasional. Dengan begitu diharapkan tujuan pendidikan
nasional dapat terwujud dengan mudah. Tujuan pendidikan nasional adalah menciptakan
manusia yang beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab.
4. Ilmu pengetahuan dan teknologi
Iptek
harus memenuhi etika ilmiah, yang paling berbahaya adalah yang menyangkut hidup
mati, orang banyak, masa depan, hak-hak manusia dan lingkungan hidup. Di
samping itu Ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia harus sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila karena Iptek pada dasarnya adalah untuk kesejahteraan
umat manusia. Nilai-nilai Pancasila bilamana dirinci dalam etika yang berkaitan
dengan ilmu pengetahuan dan teknologi, adalah sebagai berikut (T. Jacob, 1996:
195):
1) Hormat terhadap hayat, karena
semua makhlu hidup yang ad di alam semesta ini adalah makhluk Tuhan Yang Maha
Esa (sila satu).
2) Persetujuan suka rela untuk
eksperimen dengan penerangan yang cukup dan benar tentang guna akibatnya,
karena ilmu pengetahuan dan teknologi adalah demi kemanusiaan (sila II,IV).
3) Tanggung jawab sosial ilmu
pengetahuan dan teknologi harus lebih penting dari pada mengejar pemecahan
persoalan ilmiah namun mengorbankan kemanusiaan (sila II, V).
4) Sumber ilmiah sebagai sumber
nasional bagi warga negara seluruhnya (sila III). Pemanfaatan ilmu pengetahuan
dan tenologi harus mendahulukan kepentingan bangsa dan negara.
5) Alokasi pemerataan sumber dan
hasilnya (sila III, V).
6) Pentingnya individualitas dan
kemanusiaan dalam catur darma ilmu pengetahuan, yaitu penelitian, pengajaran,
penerapan, dsan pengamalannya (sila II, III, V).
7) Pelestarian lingkungan dengan
memperhitungkan generasi mendatang (sila I, II, V).
8) Hak untuk berbeda dan kewajiban
untuk bersatu (semua sila).
9) Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak mengakibatkan terpisahnya jasmani dan rokhani bagi hayat (semua
sila).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bangsa
Indonesia mempunyai pancasila sebagai dasar kehidupan berbangsa dan bernegara
Indonesia, nilai dan norma yang terkandung di dalamnya merupakan keinginan dari
bangsa Indonesia yang harus di amalkan. Pengamalan Pancasila secara subjektif
akan memperkuat pengamalan Pancasila secara objektif. Pengamalan Pancasila ini
harus di lakukan dalam berbagai bidang kehidupan di negara Indonesia agar
Pancasila benar-benar berperan sebagaimana Fungsi dan kedudukannya dan supaya
tujuan serta cita-cita bangsa Indonesia mudah terwujud.
B. Saran
Dewasa
ini pengamalan pengamalan Pancasila semakin memudar terlebih lagi di era
globalisasi, sehingga mengancam mental dan kepribadian bangsa Indonesia. Hal
ini harus segera ditangani dengan cara meningkatkan penanaman pengamalan
Pancasila melalui pendidikan yang seutuhnya, jadi tidak sebatas teori tetapi
juga diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu, perlu adanya
kesadaran dari setiap warga negara akan pentingya pengamalan pancasila dan
mempertahankannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Andriani Purwastuti, dkk. 2002. Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta: UNY Press.
Kaelan. 1996. Filsafat Pancasila.
Yogyakarta: Paradigma.
Ms Bakry, Noor. 1994. Pancasila
Yuridis Kenegaraan. Yogyakarta: Liberty.
Soerjono Soekanto. 2005. Sosiologi
Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo Persada.