Bismillahir-Rahmaanir-Rahim ... Penyesalan memang selalu datang
terlambat pada kehidupan kita, dan penyesalan terkadang hanya memberi
duka yang mendalam pada kita, disaat mengenang kembali sejarah silam
yang menjadi penyebab penyesalan itu muncul ..., demikan yang aku alami
saat ini.
Duka yang teramat mendalam itu kini masih
mendera dalam lubuk hatiku yang paling dalam, saat menyadari bahwa saat
ini aku tengah kembali menyendiri, setelah setahun silam orang yang
sangat mengasihi aku, orang yang sangat peduli padaku telah dipanggil
oleh Allah.
Aku adalah seorang lelaki yang telah membina
mahligai rumah tangga bersama seorang wanita sholehah sejak tahun 2004
silam, kuakui, memang pernikahan itu terjadi karena perjodohan yang
diinginkan oleh Orang tua kami masing-masing, sebab orang tuaku dan
orang tua maryam (Nama istriku,-samaran) adalah memiliki ikatan
keluarga, ..
.. meskipun ikatan itu tidak terlalu dekat,
akan tetapi masa kecil mereka hingga dewasa dan menikahnya hampir
selalu bersama (Ayahku dan ayahnya maryam berteman sejak kecil)
sehingga kesepakatan untuk menjodohkan kami selaku anak-anaknya tak
bisa dielakkan lagi.
Jujur aku sendiri awalnya tidak
begitu respek dengan perjodohan itu, dan ketidak respekan itu bukan
tanpa alasan, betapa tidak, pertama usiaku dan maryam terpaut 4 tahun,
saat menikah saat itu usia maryam memasuki 28 tahun sementara aku masih
berusia 24 tahun. Yang kedua maryam memiliki latar belakang pemahaman
agama yang sangat kuat, sementara aku mengenal islam hanya dari
kulitnya saja (Islam KTP).
Maka dari perbedaan itulah
membuat aku jadi tidak respek dengan rencana perjodohan itu, sementara
kudengar dari beberapa teman kampusku yang mengenal organisasi dimana
maryam bernaung, katanya hampir semua bahkan mungkin semua wanita
seperti maryam yang taat dalam memegang syariat islam serta menggunakan
jilbab syar'i memiliki impian bisa menikah dengan lelaki yang memiliki
ketaatan yang sama seperti mereka, lelaki sholeh, berjenggot dengan
celana diatas mata kaki.
Dan aku sendiri yakin saat
perjodohan itu direncanakan, ada sejuta protes dihati maryam menyadari
bahwa lelaki seperti akulah yang dijodohkan dengannya, tetapi
kondisilah yang tidak membuatnya sanggup untuk melawan keinginan orang
tuanya, apalagi aku juga sangat mengenal watak orang tua maryam yang
keras.
Begitulah.., tak pernah terlintas dalam benak kami
berdua bahwa justru berbagai perbedaan itu menyatukan kami berdua dalam
sebuah ikatan pernikahan yang suci, dan setuju atau tidak, ikhlas atau
tidak akhirnya tahun 2004 itulah awal kebersamaan kami menjalani biduk
rumah tangga.
Usai pernikahan tersebut dilaksanakan,
terasa ada banyak hal yang lain kurasakan, betapa tidak, aku lelaki
yang tidak memiliki bekal pengetahuan agama lantas harus menikah dengan
seorang gaids muslimah yang taat dan berjilbab lebar, banyak hal
berkecamuk dalam benakku, haruskah aku hidup dalam bayang-bayang
istriku dan turut ikut arus dengan kehidupannya yang kental dengan
agama itu?, ..
.. atau sebaliknya haruskah aku memaksanya
untuk ikut arus dengan kehidupanku yang santai dan apa adanya?,
fikiran2 itulah mulai muncul dalam benakku diawal pernikahan kami, dan
aku sendiri bingung mau dibawa kemana biduk rumah tangga kami yang
dibangun dengan banyak perbedaan ini.
Jujur, sebenarnya
aku melihat dan menyaksikan sendiri bahwa istriku adalah istri yang
sangat baik, melayaniku sepenuh hati dalam segala hal, meskipun aku
tahu mungkin tidak ada cinta dihatinya untukku, tetapi tak sedikitpun
kata-kata protes keluar dari bibirnya.
Setiap hari
aktifitas ibadahnyapun masih terus berlangsung tanpa sedikitpun mengusik
ketenanganku, maksudku, tak sedikitpun dia mengoceh memintaku untuk
sholat bila tiba waktu sholat, semuanya berlalu begitu saja. Demikian
pula aku sering mendapatinya selalu eksis mendirikan sholat malam dan
akupun tak pernah memprotesnya.
Waktu terus berlalu dan
tanpa terasa pernikahan kami telah membuahkan hasil, dimana setahun
setelahnya lahirlah bayi mungil hasil pernikahan kami, bayi laki-laki
yang akhirnya kuberi nama frans meskipun ibunya cenderung memanggilnya
ahmad, lucu memang, bila bayi itu berada ditanganku, maka aku memanggil
dia dengan sebutan frans, biar keren dan ikut perkembangan zaman (Cara
pandangku terhadap nama-nama anak dizaman modern ini), ..
..
sementara bila sikecil mungil itu berada dalam buaian maryam, maka
namanya berubah menjadi ahmad, pernah bebrapa kali aku menegurnya :
‘Hei..,
dizaman semodern ini koq masih pakai nama ahmad sih .. yang keren
dikit dong, seperti nama yang sudah kukasi padanya “FRANS”, supaya gak
malu-maluin .., zaman modern koq masih pakai nama ahmad, apa kata dunia
...’ itulah celotehku setiap kali mendengar istriku memanggil frans
sikecil jagoanku dengan sebutan ahmad. Tetapi tak ada sedikitpun maryam
menanggapi celotehku, dan semua berlalu begitu saja.
Jujur
ada satu hal yang paling membuat aku jengkel dari istriku, ditengah
aktifitas kantorku yang padat, dari dulu sampai memasuki setahun
pernikahan kami pasti setiap hari selasa dia selalu meminta diantarkan
kerumah Gurunya (Murobbiyah-), katanya tarbiyah, ..
.. dan
pasti setiap hari selasa itu pertengkaran pun sering terjadi, betapa
tidak, aku yang sibuk dengan pekerjaan kantor harus menerima telepon
dan sms darinya meminta diantarkan kerumah gurunya itu, dan kalau
telepon dan sms2nya gak dibalas pasti akan disusul dengan telepon dan
sms susulan “Abi, tolong antarkan ummi tarbiyah dong, tinggal sejam
lagi tarbiyah akan dimulai” ..
.. begitu gambaran smsnya
padaku menjelang waktu tarbiyahnya dimulai, dan selalu dikirimnya
dengan sms susulan yang bunyinya tambah memelas penuh pengharapan, dan
akhirnya membuatku mau tidak mau harus pulang kerumah dan mengantarnya
ketempat tarbiyahnya, ..
.. pokoknya sejak saat itulah
setiap hari selasa pasti masalah yang timbul itu2 saja, dan aku sangat
jengkel sekali bila haru pulang rumah dari kantor hanya untuk mengantar
dan menjemputnya lagi.
Jadinya sebelum mengantar dan
menjemputnya pasti selalu diawali dengan pertengkaran kecil. aku
sendiri sudah pernah memperingatnya untuk berhenti menekuni tarbiyahnya
itu, tetapi disetiap permintaan itu kulontarkan, pasti air matanya
akan mengucur deras sambil berujar ..
“abi, maafkan ummi,
bukannya ummi tidak mentaati perintah abi, tapi ummi mohon jangan
putuskan tarbiyah ummi, sebab bila itu terjadi, pasti hati ummi akan
terasa gersang karenanya, sebab dari waktu sepekan, hanya ada satu hari
ummi berkumpul dengan teman-teman ummi dan membicakan kondisi ummat
saat ini serta hal-hal lain yang bisa membuat ummi merasa damai dalam
menjalani hidup ini”
Hmm.., jujur mendengar permintaannya
yang memelas itu sedikit membuatku tergugah dan sedikit penasara, apa
sih tarbiyah itu?, koq istriku selalu memberi alasan bahwa hatinya akan
selalu tenang dan damai kalau ikut tarbiyah, maksudnya apa sih, gak
faham deh...’ ujarku dalam hati.
Dan hal lain yang
membuatku tidak suka adalah panggilan sayangnya padaku “Abi”,
huhhggg..apa gak ada panggilan yang lebih keren apa??, papi kek, kang
mas kek, koq panggil Abi..., pernah beberapa kali saat tamuku dari
kantor datang kerumah kupanggil dia dengan sebutan mami saat aku minta
dibuatkan minuman, ..
.. tetapi malah di jawabnya iya
abi, huuhhgg jengkelnya aku saat itu, entahlah, mungkin karena sudah
terbiasa jadinya dia selalu keceplosan, padahal sudah ada kesepakatan
sebelumnya bahwa panggilan abi dan ummi itu kuizinkan diberlakukan saat
berdua saja, selebihnya harus komitmen dengan panggila papi dan mami,
tetapi dasar dikarenakan apa, selalu saja dia lupa dengan kesepakatan
itu.
Pendengar nurani yang baik ..
Kuakui
bahwa istriku begitu baik padaku, bahkan dimataku hampir-hampir tak ada
cacat dan celahnya kebaktiannya padaku, dari sisi biologis aku selalu
dipenuhi, keperluan hariankupun tak sedikitpun terlalaikan olehnya,
tetapi yang membuat aku sangat jengkel aktifitas dakwahnya masih terus
jalan, bahkan teman-temannya selalu datang kerumah untuk menimba ilmu
darinya, ..
.. katanya Mutarrobbinya, jujur aku sebenarnya
gak masalah bila ada yang datang bertamu kerumah, tetapi kalau sudah
ditentukan hari yang rutin kemudian dengan jumlah tamu yang berpakaian
sama dengan jumlah yang tidak sedikit, apa nantinya tanggapan para
tetangga, dan hal itupun menjadikan pertengkaran kecil diantara kami.
“Mi,
aku malas jadi bahan omongan orang, katanya kita memelihara aliran
sesatlah, aliran yang tidak jelaslah, bisa nggak sih untuk yang satu
ini mami ikuti permintaan papi, tolong.., jangan bawa teman2 mami itu
kerumah.., apalagi mereka ngumpul hampir setiap pekan sekali...”
celotehku disuatu hari.
“Astagfirullah abi, mengapa abi
mempersoalkan pandangan tetangga ketimbang pandangan Allah, insya Allah
dalam rutinitas trabiyah ummi ini tidak sedikitpun kaitannya dengan
aliran sesat atau apalah yang mereka tuduhkan, semua ini hanyalah
pengajian biasa yang hanya memperdalam halafaln al-qur’an dan hadist dan
mengevaluasi diri-diri kita melalui majelis ilmu seperti ini, tidak
lebih abi..demi Allah...”
“Hahh.., pokoknya papi tidak
setuju, apapun alasannya..., kalau mami mau menghidupkan
majelis-majelis ilmu seperti yang mami bilang itu, maka silahkan cari
tempat lain, jangan dirumah ini...” ujarku lagi
“Tapi
abi.., kalau ummi mencari tempat lain itu artinya akan menjadi 2 hari
dalam sepekan ummi keluar rumah, dan itu artinya akan menyita waktu abi
untuk antar-jemput ummi, bukankah abi tida suka direpotkan..?, ummi
mohon sama abi.., mohon diizinkan.., semoga dengan berlalunya waktu
para tetangga perlahan-lahan akan faham, dan insya Allah ummi pula akan
bersilaturahim kerumah ibu-ibu tetangga untuk bersosialisasi dengan
mereka tentang hal ini, insya Allah mereka faham dan akan balik
mendukung majelis ini, ummi hanya memohon dukungan abi..”
“hah..terserah
mami saja deh..pokoknya papi tidak akan ikut campur bila ada para
tetangga yang mengamuk gara-gara masalah ini.., dan kalaupun itu
terjadi, silahkan mami sendiri yang berurusan dengan mereka..!!”
celotehku sambil berlalu meninggalkan istriku yang tertunduk diam,
kudengan suara paraunya berujar “Insya Allah abi..”
Perjalan
waktu semakin membawa pernikahan kami pada usia yang lebih dewasa, dan
Alhamdulillah ditahun ke 3 pernikahan kami, lahir lagi bayi mungil
kecil dari rahim istriku, bayi mungil berjenis kelami perempuan itu
kuberi nama Jesica (agar lebih keren), meskipun seperti halnya frans,
istriku memberi nama lain jesica dengan panggilan fatimah, .... aduhh
... kuno bangett .. ujarku dalam hati mendengar panggilan fatimah dari
mulut istriku saat menggendong jesica.
Dan begitulah,
terasa aneh memang, persatuan kami dalam sebuah ikatan pernikahan tidak
lantas membuat kami bersatu dalam hal-hal yang prinsip, termasuk pada
pemberian nama putra-putri kami, jadilah 2 nama sekaligus disandang
oleh Putra-putri kami, FRANS dan JESICA sapaan akrabku untuk kedua
permata hatiku, sementara AHMAD dan FATIMAH sapaan akrab ibunya untuk
keduanya, ..
.. terasa aneh memang tetapi itulah yang
telah terjadi dalam pernikahanku, tidak hanya itu saja, dalam panggilan
aku dan istrikupun sering ada perbedaan yang kontras diantara kami,
aku terbiasa menggunakaan sapaan PAPI dan MAMI untuk kami berdua,
sementara istriku terbiasa dengan gelar ABI dan UMMI, pokoknya aneh
banget kalau di bayangkan, tetapi itu realita.
Suatu hari
terjadi pertengkaran hebat antara aku dan maryam, seperti biasa
masalahnya adalah mengantarnya ketempat tarbiyahnya, saking jengkelnya
karena sudah kuperingati agar berhenti dari aktifitas itu, akhirnya aku
tidak menggubris permintaannya, kumarahi dia dengan kemarahan yang
luar biasa marahnya menanggapi permintaan itu, bahkan kepadanya
kulontarkan makian tak layak dilontarkan karena saking ngototnya
istriku meminta diantarkan ketempat tarbiyahnya.
“Dasar
istri durhaka, ditaruh dimana ilmu yang kau pelajari hah samapi-sampai
begitu kerasnya membatah keinginan suami?, atau memang kau mau
cari-cari alasan ya supaya papi murka dan naik pitam?, bukankah papi
sudah ingatkan kalau masalah mengantar saja yang selalu jadi soal, maka
berhenti..., apa susahnya sih?, tapi kalau mami mau ngotot ikut
tarbiyah itu lagi, silahkan.., jalan sendiri dan pulang kerumah juga
sendiri, amankan..?, ..
.. jujur sebenarnya papi dari dulu
tidak rspek dengan aktifitasmu ini, tapi karena setiap kali kau
memohon dengan tetesan air mata maka papipun mengizinkannya, tapi kalau
begini caranya kayaknya papi sudah tidak respek lagi deh, jadi untuk
kali ini mami dengarkan papi ‘TOLONG BERHENTI IKUT TARBIYAH itu,
titik..!!!” ujarku dengan kemarahan yang sudah memuncak sampai keubunn,
hingga akhirnya dia melontarkan kata-kata yang membuatku sedikit
terdiam tak berkutik.
“Abi, andai tidak menjaga
kehormatanku sebagai seorang istri yang tak pantas keluar rumah tanpa
mahrom, maka mungkin ummi tidak akan pernah memelas seperti ini pada
abi, dan mungkin ummi sudah keluyuran sendiri sesuka hati ummi layaknya
wanita-wanita lain yang kelayapan sesuka hati mereka mesti tanpa
sepengetahuan suami-suami mereka, ummi hanya ingin, agar kemurkaan
Allah tidak menimpa ummi mana kala ummi harus bepergian tanpa mahrom,
..
.. padahal ummi telah memiliki mahrom, apalagi kantor
abi sangat dekat dengan rumah kita dan waktu tarbiyah ummipun selama
ini bertepatan dengan waktu istirahat kantor abi, apa ummi salah bila
ummi meminta sedikit waktunya abi untuk sekedar mengantar ummi ketempat
tarbiyah.
Maafkan ummi bila sudah membuat abi marah,
hukum ummi bila salah..cambuk ummi bila ummi khilaf.., tapi sekali lagi
semua ini ummi lakukan untuk menjaga kehormatan ummi sebagai seorang
istri, terus terang ummi sering merasa cemburu dengan teman-teman
tarbiyah ummi, ummi cemburu melihat keahagiaaan mereka yang begitu
datang tarbiyah diantar oleh suami-suami mereka dengan penuh cinta, ..
..
dikecup keningnya sebelum mereka berpisah, dan dijemput lagi dengan
penuh kesabaran meskipun suami-suami mereka jauh lebih sibuk dari abi.
Bahkan
ummi sangat cemburu melihat salah seorang teman ummi yang rumahnya
tidak jauh dari tempat tarbiyahnya, tetapi suaminya tak sedikitpun
membiarkan istrinya keluar rumah tanpa didampinginya lalu
ditinggalkalah pekerjaannya hanya untuk mengantar istrinya ketempat
tarbiyah yang sebetulnya tak jauh dari rumahnya, sekali lagi maafkan
ummi abi...” jawab istriku dengan deraian air mata, mendengar semua itu
hatiku sedikit tersentuh, ada semacam keharuan mengalir dari dalam
hatiku, akan tetapi buru-buru perasaan itu kutepis dan berlalu
meninggalkannya.
Hingga suatu hari ketika usia pernikahan
kami memasuki tahun ke lima, terjadi kejadian tragis pada istriku,
sebuah kejadian yang membuat mata hatiku terbuka dan menyadari
kekhilafanku selama ini, yah, suatu hari istriku meminta diantarkan
tarbiyah dan dengan hati yang menggerutu aku mengantarnya ketempat
tarbiyahnya, ..
.. tetapi sebelumnya aku sudah ingatkan
dia agar setelahnya dia naik angkot sendiri untuk pulang kerumah, pada
hari itu aku sebetulnya tidak sedang banyak kerjaan, bahkan saat itu
aku sedang santai dirumah bersama kedua permata hatiku yang memang hari
itu aku minta pada istriku untuk meninggalkan mereka dirumah bersama
ibuku (nenek dari anak-anakku), hingga beberapa waktu kemudian datang
sebuah sms di hpku, ..
.. ya, sebuah sms dari istriku
yang berbunyi “Assalamu ‘alaikum, afwan abi, alhamdulillah ummi sudah
selesai tarbiyah, bisa jemput ummi sekarang ??” begitulah isi sms dari
istriku yang hanya kubaca saja lalu kuletakkan kembali hpku.
Beberapa
menit kemudian masuk lagi sms darinya dengan bunyi “afwan abi, semua
teman-teman ummi sudah dijemput suami-suaminya, tinggal ummi sendiri
disini, tuan rumahnya mau keluar sekelurga (maksudnya murobbiyahnya
sekeluarga), sementara waktu mau magrib, tolong jemput ummi ya..?” isi
sms itu lagi, tapi lagi-lagi sms itu hanya kubaca dan kuletakkan
kembali hpku di meja TV.
Beberapa kali kudengar hpku
berdering dan aku berfikir bahwa itu telepon dari istriku, hingga sms
terakhir darinya kembali masuk ke hpku “afwan abi, abi sakit ya, ya udah
kalau gitu, ummi mohon izin naik angkot aja, doakan ummi semoga sampai
dengan selamat kerumah ya, uhibbuka fillah” isi sms istriku yang ke
tiga kalinya, hatiku lega saat membaca sms itu, dan itu artinya aku tak
perlu lagi menjemputnya, aku sendiri berharap bahwa ini adalah awal
yang baik baginya, supaya kedepannya dia bisa mandiri dan berangkat
sendiri ke tempat tarbiyahnya sendiri.
Malam semakin
larut namun istriku tak kunjung tiba kerumah, padahal prediksiku dua
jam yang lalu seharunya dia tiba dirumah, tapi kok hingga 2 jam berlalu
dia tak kunjung tiba, ada apa gerangan??, apa dia tidak tahu jalan
pulang?, aduh gimana nih..? ujarku dalam cemas, beberapa kali aku
hubungi nomor hpnya tapi tidak dijawab-jawab dan itu membuat aku lebih
bertambah cemas, ..
.. ditambah lagi dengan frans yang
mulai rewel karena mungkin rindu dengan ibunya, sebab memang hari ini
adalah hari pertama ibunya tarbiyah tannpa mengajak frans dan jesica,
ada apa dengan maryam ya.., ya Allah ada apa dengan istriku?, ujarku
semakin cemas, dan entah mengapa malam itu perasaanku sedikit berbeda
dari biasanya, aku merasakan seperti sangat mencinta istriku dan begitu
takut kehilangannya, .. bahkan aku merasa bahwa hari itu entah mengapa
rasa rinduku tiba-tiba mulai menyelinap dalam bathinku, ada apa ini.
Pendengar,
hingga beberapa jam kemudian hpku berdering dan Alhamdulillah ternyata
nomor istriku menelpon, hatiku sangat girang saat itu, dengan
buru-buru kuangkat teleponnya
“hallo..,mami dimana..?, koq belum
nyampe-nyamope?” tanyaku dengan nada cemas, tetapi alangkah kagetnya
aku ketika kudengar bukan suaranya yang menjawab melainkan suara
seorang wanita yang sangat asing ditelingaku.
“maaf pak,
hp ini milik istri bapak ya?, begini pak, tadi sore sekita 3 jam yang
lalu istri bapak mengalami kecelakaan, beliau di tabrak mobil saat
keluar dari mesjid dan tubuhnya menghatam tembok pagar mesjid, ...
..
sepertinya beliau lagi nunggu angkot dan singgah sebentar untuk sholat
magrib dimesjid, mobil yang menabraknya sudah melarikan istri bapak
kerumah sakit terdekat tetapi ditengah perjalanan karena banyaknya darah
yang keluar istri bapak meninggal dunia, sekarang istri bapak di RS
FULAN tepatnya dikamar jenazah, mohon bapak segera datang” jawab wanita
itu terbata memberikan keterangan atas kondisi istriku, dengan sedikit
gemetar seakan tak percaya tiba-tiba HP yang ada dalam genggamanku
terlepas dan terjuntal kelantai.
Air mataku tiba-tiba
turun dengan deras dari kelopak mataku, sedih.., menyesal atas semua
tindakanku selama ini padanya, dan dengan masih perasaan tak percaya aku
segera bergegas menuju RS yang telah ditunjukan padaku, bergegas aku
kekamar zenajah mengikuti arahan salah seorang petugas jaga, ..
..
dan Subhanallah, kusaksikan dengan mata kepalaku sendiri tubuh istriku
yang terbaring kaku bersimbah darah, ditubuhnya masih lengkap dengan
pakaian syar’i, menurut salah seorang wanita yang berdiri tak jauh dari
ranjang dimana istriku dibaringkan (Wanita yg menelpon aku ddan
mengabarkan istriku kecelakaan), menurutnya mereka dan tim medis
sengaja tidak membuka pakaian yg dikenakan wanita itu atas permintaannya
saat sekarat manakala dilarikan ke RS, ..
.. beliau
meminta agar jangan sampai ada lelaki yang menyentuhnya dan membuka
auratnya sampai keluarganya datang menjemputnya, wanita tersebut
menuturkan dengan deraian air mata, menurutnya lagi saat sekarat taka
ada sedikitpun tanda-tanda kesakitan pada wajah istriku, bahkan hingga
nyawanya berpisah dari raganya.
Ya Allah, betapa mulianya
hati istriku, hingga dalam keadaan sekaratpun dia masih meminta agar
kehormatannya tetap dijaga, perlahan bayangan masa lalu kami kembali
terpampang dalam benakku, betapa istriku takut bepergian sendiri tanpa
ada mahrom, bahwa betapa kuatnya dia menjaga kehormatannya sebagai
seorang muslimah, tetapi aku telah lalai dari menjaganya, ya Allah
ampuni aku..., ampuni aku..., terlalu banyak dosa yang telah kuperbuat
selama hidupku.
Hingga saat ini kesedihan itu masih terus
menggerogoti perasaanku, meskipun sebuah kesyukuran sendiri buatku
sebab setelahnya Hidayah itu menyapaku. Tetapi sungguh, hanya Allah
yang tahu isi hati ini, bahwa hingga hari ini aku belum bisa
melupakannya dan memafkan diriku sendiri, apalagi mengingat betapa
mulianya hati istriku, jujur selama pernikahan kami, tak pernah satupun
dia kuberikan uang gajiku, bahkan dia tidak tahu berapa penghasilanku
setiap bulannya, ..
.. subhanallah, begitu sabarnya dia
padaku, dan yang lebih membuatku sangat bersedih lagi adalah tak pernah
satu kalipun selama pernikahan kami aku membelikannya pakaian yang
syar’i, seingatku pakaian muslimah syar’i yang dipakainya selama
menikah denganku adalah pakaian yang memang telah dimilikinya sebelum
menikah denganku dan lagi-lagi dia tidak pernah mengeluh padaku, ..
..
kudapati pula jubah yang dipakainya saat kecelakaan itu telah sobek
dibagian punggungnya, dan dari sobekan itu sudah ada jahitan2
sebelumnya yang telah lapuk, andai saja dia tidak memakai jilbab besar,
mungkin sobekan itu akan terlihat jelas. dan hal lain yang membuat aku
semakin pilu adalah dokter memberikan keterangan bahwa ada janin yang
diperkirakan berusia 6 pekan dalam kandungan istriku, Yaa Allah ampuni
aku...ampuni aku ya Allah..kasihan istriku..betapa sabarnya dia
menghadapiku selama ini.
Pendengar Nurani yang baik
Alhamdulillah
saat ini aku telah aktif tarbiyah, andai istriku masih ada, pasti dia
akan bahagia melihat aku saat ini yang Alhamdulillah telah tersentuh
oleh hidayah-Nya, tetapi sayang dia telah tiada, yang tersisa hanyalah
kenangannya dan juga Ahmad dan Fatimah.
Duhai mujahidahku tersayang, maafkan abi yang telah melalaikanmu..
Abi
tahu berlarut-larut dalam kesedihan ini tak baik.., tetapi kesedihan
ini entah mengapa tak pernah lekang dari perasaan abi..
Abi janji
pada ummi, akan menjaga Ahmad dan Fatimah, mujahid dan mujahidah kita
tercinta..., insya allah mereka akan tumbuh dengan akhlak seperti
umminya atau mungkin lebih dari abi dan umminya..
Selamat
jalan wahai mujahidahku tersayang, semoga Allah menerima semua amal
ibadahmu dan menempatkanmu dijannah-Nya yang tertinggi ... Aamiin ...
demikian dari saya setiap kesalahan datang dari saya untuk itu saya mohon maaf dan setiap kebenaran hanya milik ALLAH SWT.
Ya Allah.. Aku berlindung padamu dari Azab dan Siksa api neraka. Aamiin